Istilah jaminan kesehatan Indonesia

Istilah jaminan kesehatan Indonesia

Istilah jaminan kesehatan Indonesia Terlalu banyak istilah jaminan kesehatan membuat bingung masyarakat. Tak sedikit, sejumlah masyarakat kurang mampu yang telah terdaftar Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Mamuju, Sulawesi Barat akhirnya mendaftarkan dirinya sebagai peserta mandiri.

Begitu disampaikan Kepala cabang BPJS Kesehatan Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Hartati Rachim pada Liputan6.com saat Kunjungan Kerja Menteri Kesehatan Nila Moeloek ke Mamuju.

"Banyak juga sih yang bingung. Ada Jamkesmas, Kartu Mamuju Sehat, BPJS, Kartu Indonesia Sehat. Beberapa temuan kami, bahkan ternyata banyak pasien yang dobel data," katanya.

Hartati menyontohkan, misalnya ada kelompok PBI yang belum mendapatkan kartu BPJS Kesehatan, mereka minta didaftarkan oleh Pemerintah Daerah atau jadi peserta mandiri.

"Mereka mungkin tidak tahu kalau PBI nggak usah mendaftar lagi. Tapi mereka yang belum punya kartu juga jadinya nggak yakin," ungkapnya.

Untuk mengantisipasi dobel data ini, lanjut Hartati, BPJS akan memvalidasi kembali data PBI yang terdaftar. Maklum, katanya, sebagian besar penduduk Mamuju adalah anggota PBI.
KIS dan KIP

KIS dan KIP

KIS dan KIP Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang ditawarkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut dua, Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) masih membingungkan warga di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), pasalnya, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diluncurkan sejak 1 Januari 2014 belum juga berjalan efektif muncul lagi tawaran baru.

“Ada jaminan kesehatan daerah (Jamkesda), ada Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dua-duanya ini masih berproses ke JKN, sekarang capres tawarkan KIS, ini membingungkan kami,” ujar Suhriah, pemegang kartu Jamkesda di Kelurahan Pannambungan, Kecamatan Mariso, Makassar yang juga mengakui belum pernah melihat langsung wujud KIS kecuali melalui tayangan televisi.

JKN yang muncul 1 Januari 2014 bukanlah program pengobatan gratis, namun demikian, tidaklah berarti bahwa program ini akan membebani orang miskin dan tidak mampu, sasaran JKN di Sulsel 2.944.924 orang, banyak diantaranya telah memiliki kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) terutama keluarga miskin yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sedangkan warga miskin pemegang kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) kadang bersoal saat berobat di pusat-pusat pelayanan kesehatan karena terbatasnya pendanaan dari pemerintah provinsi, mereka juga dalam proses pengalihan.

Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Donald Pardede pada sosialisasi JKN di Makassar beberapa waktu lalu mengatakan, ada tiga betuk peserta JKN, untuk pekerja penerima upah, yaitu orang yang bekerja dan menerima upah secara rutin, termasuk PNS, TNI/Polri dan pegawai swasta, mereka mendaftar JKN melalui institusinya.

Sedangkan pekerja bukan penerima upah, pekerja usaha mandiri dan wiraswasta yang mendaftarkan diri dan anggota keluarganya, tinggal memilih besaran iuran yang dikehendaki, untuk mendapatkan pelayanan di ruang perawatan rumah sakit kelas III Rp 25.500 per orang per bulan, pelayanan ruang perawatan kelas II Rp 42.500 per orang per bulan dan pelayanan ruang perawatan kelas I Rp 59.500 per orang per bulan. Iuran JKN untuk warga miskin dibayarkan pemerintah dan kelompok ini disebut sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Demikian juga jika KIP diberlakukan, ini jelas akan mengalami tumpang tindih pembiayaannya karena pemerintah 24 kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah menganggarkan pendidikan dasar gratis yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing.

“Setiap daerah menganggarkan pendidikan gratis untuk wajib belajar 9 tahun, bahkan Kabupaten Gowa 12 tahun yang biayanya dari APBD, nanti akan tumpang tindih sebab provinsi juga menganggarkan pendidikan gratis meski gratisnya juga membingungkan karena masih ada beban pembayaran iuran sekolah yang dikenakan kepada siswa,” ungkap Arif Bahagiawan, warga Kelurahan Parangtambung, Makassar. [148/N-6]

Sumber: Suara Pembaruan
Back To Top